kerajinan

Antin dan Jinjit Pottery, Bisnis Keramik Berbasis Hobi

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Keramik sudah umum jadi barang penghias ruangan. Rupanya beragam, peminatnya banyak, dan pasarnya luas. Antin Sambodo, lewat Jinjit Pottery, menjadi salah satu pengusaha kreatif yang ikut mengisi pasar kerajinan tangan tersebut.

Bisnis Berbasis Hobi


Antin memulai bisnis keramiknya tanpa sengaja. Pada Maret 1998, selepas dari pekerjaannya sebagai arsitek, Antin bersama dengan beberapa temannya mengikuti kursus membuat keramik dari seorang seniman keramik bernama Keng Sien. Kursus di Jl. Lombok, Menteng, Jakarta itu dilakoninya selama satu tahun.

Sekelar kursus, bersama teman-temannya pula Antin iseng membuat dan menjual keramik buatan mereka. Keisengan itu berlanjut, hingga akhirnya pada tahun 2000 Antin mengibarkan label “Jinjit Pottery” untuk barang-barang kreasinya. “Jinjit maksudnya untuk mencapai sesuatu yang tinggi,” kata Antin menjelaskan maksud nama label produksinya.

Bagi perempuan yang lahir di Paris pada 18 Februari 1969 ini, keramik adalah mediumnya untuk menumpahkan ide-ide desain di otaknya. “Uang awalnya bukan tujuan utama, melainkan kepuasan batin,” kata Antin. Bisnis yang dilakoninya berbasiskan hobi diakuinya membuat tipis batas antara pekerjaan dan main-main.

Antin memulai bisnisnya dengan modal sekitar Rp10-15 juta. “Awalnya nggak ada karyawan, benar-benar saya sendiri yang ngerjain semuanya, mulai dari mengolah tanah sampai proses pembakaran. Saya jadi owner, tukang, sekaligus SPG,” kisahnya sambil tertawa.

Sekarang, Antin punya lima orang karyawan. Tiga orang di bagian produksi, serta karyawan administrasi, distribusi barang, dan SPG di Sarinah Thamrin masing-masing satu orang. Ia pun membuka sejumlah kios kecil di beberapa tempat, termasuk di Cilandak Town Square dan Mal Pondok Indah, Jakarta.

Karya Orisinal


Antin melihat konsumen cenderung memilih produk yang cute, unik, dan inovatif. Ia sendiri memilih membuat pernak-pernik seperti kalung, pin, magnet, frame foto, tempat sabun, mug, lonceng, atau door sign. Kalau penasaran dengan tampilannya, coba mampir ke jinjitpottery.vox.com.

Semua produk Jinjit Pottery adalah hasil desain Antin sendiri. “Idenya bisa dari buku, toko, jalan-jalan, atau travelling,” jelasnya. Kendati demikian, Antin masih punya idealisme. Meski idenya berasal dari banyak sumber, dia tak ingin karya-karyanya adalah hasil contekan. “Misalnya nih, saya lihat jam, lalu pengin bikin jam. Saya buat jam, tapi dengan desain saya sendiri. Jadi, ide yang saya ambil berupa jenis barangnya, bukan bentuk dan motifnya,” papar Antin.

Apa ciri khas yang diusung keramik Jinjit Pottery? Ditanya begitu, Antin menjawab, “Yang pasti motif, komposisi, dan pemilihan warnanya.” Ilmu arsitektur—tentang komposisi, proporsi, dan pemilihan kombinasi warna—yang dipelajari semasa kuliah di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, diakuinya mempengaruhi desain keramik buatannya.

Kesulitan

Tetap eksis dengan Jinjit Pottery hingga sekarang bukan berarti Antin tak pernah kesulitan menangani bisnisnya. Tiga tahun pertama diakuinya sebagai saat yang paling berat. “Trial and error-nya banyak. Saya coba buat galeri sendiri, sewa tempat, coba-coba ikut pameran di perkantoran atau mal. Yang ada malah tekor,” tuturnya.

Di awal berjualan pernah-pernik dari tanah liat, Antin juga pernah merasa sedih lantaran hasil karyanya yang berhasil terjual hanya sedikit bila dibandingkan dengan teman-temannya. “Dulu, kami suka sharing satu stand untuk ramai-ramai. Saya sering jadi juara jualan paling bawah,” kata Antin.

Di sisi teknis, kegagalan kadang terjadi saat proses pembakaran. “Bisa satu oven hasilnya retak atau malah pecah semua. Bete deh,” papar Antin. Hal itu diakui Antin masih suka terjadi hingga kini. “Waktu belajar pun, proses pembakaran adalah yang paling sulit, bukan proses pembentukan keramiknya,” kata perempuan yang hobi membaca dan suka fotografi ini.

Di masa mendatang, Antin berharap Jinjit Pottery bisa hadir di hati para pecinta kerajinan tangan, tentunya dengan desain-desain yang terus berkembang. Berhubung punya banyak kesenangan, Antin tak menutup kemungkinan jika kelak dia ingin membuka bisnis di jalur lain—bisa bisnis makanan atau kerajinan tangan dari bahan yang lain. Pokoknya yang sesuai dengan hobinya.

Foto: Dok. Antin Sambodo

Kontak Jinjit Pottery

Antin Sambodo
Workshop: Jl. Raya Cipinang Jaya No. 4, Jakarta, 13410
P: (021) 92609189
M: (0816) 1347390
W: http://jinjitpottery.vox.com

Membuat Keramik


Antin tak segan membagi ilmunya membuat keramik. “Keramik dibuat dari tanah liat yang dibakar pada suhu sangat tinggi, minimal 600C,” katanya. Sebelum memulai proses pembuatan, siapkan dulu bahan-bahan yang diperlukan yakni tanah liat bubuk, glasir, dan lumpur tanah liat.

Untuk membuat keramik,
tanah liat bubuk harus direndam lebih dulu dengan air, selama kurang lebih satu minggu. Setelah air meresap ke dalam tanah liat bubuk, angin-anginkan tanah liat yang masih lembek hingga cukup keras untuk diolah. Sebelum memulai pembentukan, uleni tanah liat lebih dulu.

Untuk membentuk tanah liat, ada beragam teknik yang bisa digunakan yaitu pinch (dipijat atau dipencet-pencet), slab (digiling), coil (dibuat seperti sosis, lalu ditumpuk-tumpuk dan dirapikan), atau throwing (menggunakan meja putar). Setelah pembentukan selesai dan tanah liat agak mengeras, gunakan jarum untuk menggambari atau mengukir keramik. Selanjutnya, keringkan tanah liat lalu jemur dengan panas matahari. Kecepatan pengeringan ini tergantung pada cuaca. Setelah kering, bakar tanah liat dalam suhu 900C, kira-kira selama 5 jam. “Hasilnya nanti dinamai biscuit,” kata Antin.

Setelah suhu dalam kiln (oven pembakaran) turun menjadi suhu kamar kembali, bukalah kiln, lalu keluarkan biscuit. Proses ini bisa memakan waktu sekitar 1,5 hari.

Biscuit bisa diglasir (diwarnai) dengan berbagai cara. Misalnya dengan kuas atau dicelup. Biscuit yang sudah diglasir kemudian dibakar lagi hingga suhu 1200C, selama kurang lebih 8 jam. Keramik bisa dikeluarkan dari kiln setelah suhunya turun menjadi suhu kamar. Proses ini memakan waktu kurang lebih 2 hari.

0 Comments:

Post a Comment